Titi Abu Nawas di Gerbang Kota

01:39:00

HABAKOTAMADANI, BANDA ACEH - Jembatan Pango diresmikan tanggal 01 Febuari 2012, jembatan yang didanai APBN itu tidak hanya dirancang menyeberangi Krueng Aceh, tapi juga menyeberangi jalan Banda Aceh menuju Medan, sekaligus dibuat jalan tembus sepanjang dua kilometer hingga jalan Soekarno Hatta (Keutapang - Lambaro) Aceh Besar.


Pembangunan jembatan dimulai dari Pango, Banda Aceh terhenti sampai menyeberangi sungai Krueng Aceh.

Bertahun-tahun abutmen jembatan dibiarkan teronggok kaku padahal sebagian tanah masyarakat sekitar sudah dibebaskan, tak salah kalau banyak memplesetkannya sebagai jembatan Abu Nawas karna tak jelas kemana ujung jembatan akan berakhir.

Kepala Dinas Bina Marga Aceh, Ir Rizal Aswandi Dipl SE menyebutkan tak tercapai kesepakatan harga tanah antara pemerintah dengan pemilik tanah menjadi salah satu kendala. Pemilik yang di pinggir jalan saat itu bahkan ada yang minta sampai Rp. 3 juta per meter tanah dijual, ya tidak mungkin kita terima dengan harga demikian.

Dinas Bina Marga Aceh maupun Pemkab Aceh Besar terkesan lempar tanggung jawab saat ditanya penyebab lambannya pembebasan tanah tersebut. Tahun 2012 kami juga menggangarkan Rp. 80 miliar untuk pembebasan lahan, tapi sedikit pun dana ini tidak terpakai. Tahun 2014 kita anggarkan Rp. 25 miliar hanya setengah terpakai. Pembebasan lahan menjadi tanggung jawab Aceh Besar.

Saat itu pembebasan lahan dibentuk 9 tim yang diketuai Sekda Aceh Besar, itu sebabnya kata Rizal ditahun 2015-2016 tidak ada lagi dana pembebasan yang dianggarkan di APBA, sebaiknya, Asisten II Bidang Ekonomi dan pembangunan Setdakab Aceh Besar, Dr Syamsul Bahri MSi menilai pemerintah provinsi kurang transparan dalam pelaksanaan proyek ini. Dia mengaku Pemkab Aceh Besar bahkan tidak tau ketersediaan anggaran untuk pembebasan lahan pun tak kunjung diberikan Dinas Bina Marga Aceh.

Namun, di luar hal teknik dan saling lempar tanggung jawab itu, diduga ada persoalan lain yang melingkup dan tidak bisa dipandang sebelah mata. Sebuah sumber Serambi dari kalangan anggota ligestatif menyebutkan muncurnya spekulan tanah dan tolak tarik harga tanah yang akan dibebaskan merupakan persoalan yang tidak mudah diselesaikan dalam waktu singkat.

Beberapa persi tanah di kawasan tersebut sempat 'diborong' oleh beberapa orang menjelang dilakukan pembebasan beberapa tahun silam. Mencium gelagat yang kurang menguntungkan negara, maka baik kalangan eksekutuf di provinsi kurang memperioritaskan anggaran pembebasan lahan di tahun-tahun selanjutnya.

Dinas Bina Marga Aceh mengkalkulasi dibutuhkan anggaran hingga Rp. 70 miliar untuk membuat fly oper dan bundarannya hingga tembus ke jalan Soekarno Hatta sepanjang dua kilometer. Sementara anggaran untuk pembebasan lahan sekitar Rp. 80 miliar ini berarti dibutuhkan sekitar Rp. 150 miliar untuk menuntaskan keseluruhan jembatan dan jalan tembus hingga ke depan Meuligoe Wali Naggroe di jalan Soekarno Hatta, Lampeuneurut Aceh Besar.


Sumber : Serambi Indonesia  


Share this

Related Posts

Previous
Next Post »